Menerima

/ Tuesday, October 21, 2014 /
Ada satu hal yang dulu ga bisa lepas dari pikiran gue. Satu hal yang gue pikir ga akan bisa gue terima kalau dia ada di hidup gue. Satu hal yang kadang menjadi pertanyaan orang lain dan hanya bisa gue jawab dengan senyuman. Satu hal yang, setelah sekian tahun gue hidup, ga pernah ada. Ternyata bukan ga pernah ada. Belum ada.

Sampai akhirnya diputuskan bahwa gue harus memiliki dia. Dia yang katanya akan menjadi pelengkap hidup gue - tapi gue ga percaya. Dia yang gue tolak mentah-mentah. Dia yang membuat tangisan gue sia-sia terbawa angin. Dia yang gue takutkan akan mengganti posisi gue. Dia yang pasti akan merepotkan. Dia yang pasti akan mengganggu. Dia yang ini.... Dia yang itu.... Dia yang....Dia... Dia...

Sampai akhirnya dia bukan lagi dia yang gue pikir. Bukan dia yang berubah supaya bisa gue terima, tapi gue yang berubah. Gue mulai bisa menerima dia. Bukan, bukan mulai bisa. Gue udah sepenuhnya menerima dia. Awalnya sulit. Terlalu sulit. Tapi gue bisa. Gue bisa melawan semua prasangka. Gue bisa melawan segala ego.

Sampai akhirnya gue merasa ga lengkap kalo dia ga ada. Tanpa sadar gue merindukan dia. Entah, gue juga ga mengerti kenapa gue bisa melawan mindset yang udah berakar kuat di otak gue selama bertahun-tahun. Istilahnya, udah menjadi ideologi dasar gue. Mungkin karena untuk menerima, bukan otak yang dibutuhkan. Bukan logika. Bukan pertimbangan-pertimbangan. Bukan tentang untung-rugi. Bukan itu...

Menerima itu tentang perasaan. Tentang hati yang terbuka. Tentang nurani yang tersentuh.

Menerima itu butuh keikhlasan. Keikhlasan untuk menanggalkan segala pikiran, segala prasangka demi dia yang menggerakkan hati dan melumpuhkan logika.

0 comments:

Post a Comment

Currently Reading

Instagram (@elvrydasgl)

 
Copyright © 2010 WE ALL NEED CAFFEINE, All rights reserved
Design by DZignine. Powered by Blogger + Elvryda F. Sagala