Everything Happens for a Reason

/ Sunday, November 23, 2014 /
Iya, judul postingan ini basi, mainstream. Beberapa orang di luar sana bahkan percaya bahwa ungkapan "everything happens for a reason" (EHFAR) itu tidak tepat. Ungkapan itu hanya dianggap sebagai omong kosong untuk diucapkan sebagai kalimat motivasi bagi mereka yang gagal atau tertimpa musibah. Namun, ada juga yang membuat ungkapan EHFAR sebagai pegangan hidup agar dapat terus maju dan tetap optimis dalam menjalani hidup yang dianggap lebih banyak sialnya daripada baiknya.

Mengapa terdapat dua pandangan yang berbeda terhadap EHFAR? Menurut saya, dua pandangan itu ada karena terdapat dua sisi pemahaman EHFAR. Pertama, pemahaman everything happens for a reason and the reason is something you have done in the past. Maksudnya, segala sesuatu bisa terjadi kepada seseorang karena "kesalahan" orang itu sendiri. Saya menganggap pemahaman ini sifatnya sempit. Contoh kasusnya adalah seorang calon mahasiswa gagal mendapat universitas dan jurusan impiannya dan malah mendapat universitas dan jurusan lain karena ia kurang persiapan untuk mengikuti tes, sering malas-malasan, dan menganggap remeh saingan-saingannya. Contoh lain misalnya seorang mahasiswa sukses dalam studi dan kepanitiaan karena ketekunannya dan sifatnya yang mudah bersosialisasi. 

Kedua, pemahaman everything happens for a reason and the reason is something better that you will receive in the future. Kebalikan pemahaman yang pertama, pemahaman kedua ini menurut saya sifatnya lebih luas karena merujuk pada masa depan yang tidak bisa diprediksi, hanya berupa kemungkinan-kemungkinan. Misalnya, (lagi, saya menggunakan contoh ini) seorang calon mahasiswa yang gagal mendapat universitas dan jurusan impiannya dan malah mendapat jurusan dan universitas lain. Menurut pemahaman kedua, hal itu dapat terjadi karena jurusan dan universitas yang sekarang didapatkan oleh si calon mahasiswa tersebut lebih dapat menjamin masa depannya (entah dalam kehidupan perkuliahnya, IPKnya atau kariernya nanti) daripada jurusan dan universitas yang ia idam-idamkan. Walau pada awalnya sulit bagi si calon mahasiswa tersebut untuk menerima apa yang terjadi, lama-lama ia akan merasa bahwa ia berada di tempat yang tepat. Mungkin saja bila ia mendapatkan yang ia inginkan, ia hanya senang sesaat, namun banyak menghadapi kesulitan-kesulitan dalam menjalani perkuliahan di kemudian hari dan pada akhirnya merasa this is not where I am supposed to be

Pada akhirnya, orang tentu bebas memilih mau mengikuti pemahaman yang mana. Saya sendiri lebih memilih pemahaman kedua. Saya percaya seburuk apapun masalah, pasti ada hikmah dibaliknya. Bila saya mendapat nilai yang buruk dalam sebuah ujian karena memang malam sebelumnya saya tertidur saat belajar (sampai di sini, ini sesuai dengan pemahaman yang pertama), saya menganggap nilai yang buruk tersebut adalah teguran yang dimaksudkan agar saya lebih termotivasi dalam menghadapi ujian-ujian selanjutnya dan tidak mengulangi kebiasaan tertidur saat belajar (sesuai pemahaman yang kedua). Alasan lain saya menyukai pemahaman kedua adalah melatih saya untuk terus optimis dan berpikir positif.

So, I do believe that everything happens for a reason.

0 comments:

Post a Comment

Currently Reading

Instagram (@elvrydasgl)

 
Copyright © 2010 WE ALL NEED CAFFEINE, All rights reserved
Design by DZignine. Powered by Blogger + Elvryda F. Sagala